Mula-mula kepada jumpa awal bersama para murid guru baru rata rata menghabiskan saat lebih lama (kebanyakan 10 – 15 menit pertama-nya) mengupayakan memperkenalkan beliau pada murid – baik itu bicara menyangkut asal usulnya atau elemen yang lain. Guru lama (demikian dinamakan biar lebih simple) condong lebih sedikit bicara berkaitan ia. Tapi guru lama condong lebih tidak sedikit berbicara berkaitan apa yg bakal murid jalankan (expect to find out) dalam pelajarannya. Guru baru melaksanakan ini lantaran mereka merasa butuh mendapat respect dari para murid yg baru mereka hadapi ini. Sedang para guru lama (rata rata) merasa telah mendapat recognition atau telah yakin diri (PD), sehingga mereka mau para murid lebih tertarik kepada mata pelajaran daripada bicara berkaitan dia.
Yg ke-2, guru baru kebanyakan tak dapat menyelesaikan lesson-nya pas timing-nya, atau seandainya pula selesai tetapi kebanyakan buru-buru dikarenakan dikejar ketika (contohnya berikan ringkasan dengan cara segera daripada men-summarise kesimpulan2 yg dibuat oleh murid). Sementara guru lama amat sangat ketat(rigid ) dgn dikala; mereka mempersiapkan diri lebih baik, bahkan kadang menyetel alarm bagi diri sendiri (5 – 10 mins) supaya miliki peluang menutup pelajaran bersama men-sintesa rangkuman murid lebih-lebih dulu seterusnya berikan rangkuman umum.
Ke-3, para guru baru kebanyakan struggle to control class; contohnya membiarkan peserta didik ramai berbicara sendiri atau para murid bekerja sendiri tidak dengan di-supervisi. Ini mampu disebabkan lantaran mereka masihlah memikirkan & mengira2 hasil akhir dari satu buah aktivitas (diskusi atau praktek) sambil mengajar. Sementara guru lama kebanyakan telah miliki bayangan dari apa yg sudah mereka melakukan pada awal mulanya, mereka sanggup lebih menyetir suasana kelas.
Rutinitas murid-murid baru merupakan mereka menghabiskan tidak sedikit diwaktu buat saling memperhatikan (baju, aksesoris, gadgets, etc) atau menarik perhatian kawan-kawannya. Sebahagian lagi lebih pada mengagumi (atau sebaliknya), daydream fisik tempat & media yg ada di dalam kelas, dll; maka fokus mereka kepada guru & pelajaran umumnya amat sangat gampang terganggu.
Guru baru tidak jarang tak mengantisipasi aspek ini & membiarkan, maka mereka nantinya mesti bekerja lebih keras utk menciptakan murid focus ke pelajaran kembali. Sementara guru lama yg telah mengantisipasi ini dapat konsisten menerus mengingatkan & berikhtiar dragging student’s attention dari hal-hal seperti ini supaya suasana kelas masih terkontrol. Bersama lakukan faktor ini, umumnya guru lama yg menegur satu-satu atau sekelompok peserta didik dengan cara segera, umumnya sukses mempertahankan respects dari muridnya, & pasti kontrol kelas. Sementara guru baru yg condong membiarkan (sebab rata-rata mengupayakan to win students’ hearts and minds) hasil sebaliknya yg didapatkan, ialah murid jadi kurang respect (menghargai). Mereka kadang-kadang mesti berkata bersama suara tinggi buat mengontrol kelas yg mulai sejak tidak terkendali.
Meski guru lama condong lebih sanggup (relatif) lebih mengontrol kelas secara yg sedikit autocratic, tidak jarang mereka kurang mendalami kepentingan murid (seperti daya tangkap dalam pelajaran yg tak merata) – lantaran lebih mementingkan kontrol kelas. Tak heran kadang-kadang murid yg duduk dibelakang, atau dipojok, atau yg malu tanya tidak jarang terlewatkan oleh perhatian guru. Buat itu butuh dibuat keseimbangan antara mengontrol kelas lebih efektif contohnya dgn berkeliling kelas & serentak memeriksa, bertanya jawab daya tangkap peserta didik dengan cara lisan atau tulisan (bila mengizinkan).
Kecenderungan prilaku guru baru dikelas di atas butuh dipelajari oleh mereka yg baru mula-mula kalinya mengajar - seperti mahasiswa calon guru - biar masalah-masalah yg kemungkinan berlangsung terhadap permulaan mengajar & pertemuan-pertemuan selanjutnya mampu diantisipasi dgn baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar